Tauhid adalah perintah Allah yang paling besar. Dan kemusyrikan adalah larangan Allah yang paling besar juga. Syirik (kemusyrikan) adalah menjadikan sekutu atau tandingan bagi Allah Ta’ala di dalam rububiyah (perbuatan-Nya), uluhiyah (hak-Nya untuk ditaati secara mutlak dengan penuh kecintaan dan pengagungan), dan asma’ dan sifat (nama-nama-Nya yang indah dan sifat-sifat-Nya yang sempurna). Dan yang umum, terjadinya kemusyrikan adalah di dalam uluhiyah. Yaitu seseorang berdoa kepada Allah dan kepada selain-Nya, atau mempersembahkan sesuatu dari jenis-jenis ibadah kepada selain Allah, seperti penyembelihan binatang, nadzar, rasa takut, berharap, dan kecintaan (Kitab Muqarrar Tauhid lish Shaff ats-Tsalits al-‘Ali fil Ma’ahid al-Islamiyah, juz 3, hal. 10).
Maka, barangsiapa mengenal keagungan tauhid dan mengetahui bahaya kemusyrikan dengan sebenarnya, maka dia akan berusaha mewujudkan tauhid dan menjauhi kemusyrikan. Bahkan, dia juga khawatir dan takut terhadap kemusyrikan, jangan sampai dia terjerumus ke dalamnya, baik dengan sengaja atau tidak sengaja.
Mengapa orang harus takut terhadap kemusyrikan? Inilah di antara perkara-perkara yang melandasi hal tersebut:
1. Kemusyrikan merupakan dosa yang tidak diampuni oleh Allah di akhirat.
إِنَّ اللهَ لاَ يَغْفِرُ أَن يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَادُونَ ذَلِكَ لِمَن يَشَآءُ وَمَن يُشْرِكْ بِاللهِ فَقَدِ افْتَرَى إِثْمًا عَظِيمًا
“Sesungguhnya, Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa selain (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.” (Qa. an-Nisa’: 48).
Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di rahimahullah berkata di dalam tafsirnya pada ayat ini, “Allah Ta’ala memberitakan bahwa Dia tidak akan mengampuni orang yang menyekutukan-Nya dengan seorangpun dari kalangan makhluk. Dan Dia akan mengampuni dosa-dosa selain (syirik) itu, baik dosa-dosa kecil atau besar, yaitu sewaktu Dia berkehendak mengampuninya, jika ditetapkan oleh hikmah-Nya dan ampunan-Nya…. Ini berbeda dengan syirik, karena seorang musyrik telah menutup pintu-pintu ampunan atas dirinya, dan mengunci pintu-pintu rahmat, sehingga seluruh ketaatan tanpa tauhid tidak akan bermanfaat baginya, musibah-musibah tidak akan berfaidah sedikitpun baginya, dan pada hari kiamat mereka tidak mempunyai pemberi syafa’at seorangpun, dan tidak pula mempunyai teman yang akrab.” (Taisir Karimir Rahman Fi Tafsir Kalamil Mannan).
2. Kemusyrikan menggugurkan seluruh amalan shalih.
وَلَوْ أَشْرَكُوا لَحَبِطَ عَنْهُم مَّا كَانُوا يَعْمَلُونَ
“Seandainya mereka (para Nabi) mempersekutukan Allah, niscaya lenyaplah dari mereka amalan yang telah mereka kerjakan.” (Qa. al-An’am: 88).
Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di rahimahullah berkata di dalam tafsirnya pada ayat ini, “Sesungguhnya syirik itu melenyapkan amalan, dan menyebabkan kekal di dalam neraka. Maka, jika hamba-hamba pilihan tersebut (yakni para Nabi) seandainya berbuat syirik -tetapi mereka tidak mungkin- niscaya lenyaplah amalan-amalan mereka, maka terlebih lagi selain mereka.” (Taisir Karimir Rahman Fi Tafsir Kalamil Mannan).
Dia juga berfirman,
وَلَقَدْ أُوحِىَ إِلَيْكَ وَإِلَى الَّذِينَ مِن قَبْلِكَ لَئِنْ أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ وَلَتَكُونَنَّ مِّنَ الْخَاسِرِينَ
“Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) sebelummu,’Jika kamu mempersekutukan (Allah), niscaya akan hapus amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi.’” (Qs. az-Zumar: 65).
Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di rahimahullah berkata di dalam tafsirnya pada ayat ini, “Maka, di dalam nubuwah seluruh nabi bahwa syirik itu melenyapkan amalan, sebagaimana Allah telah berfirman di dalam surat al-An’am.” (Taisir Karimir Rahman Fi Tafsir Kalamil Mannan).
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz rahimahullah berkata, “Dan telah maklum berdasarkan dalil-dalil syari dari al-Kitab dan as-Sunnah, bahwa seluruh amalan dan perkataan hanyalah sah dan diterima jika muncul dari aqidah shahihah (yang benar). Jika aqidah tidak shahihah, maka seluruh amalan dan perkataan yang muncul daripun menjadi batal.” (Aqidah Shahihah Wa Nawaqidhul Islam, hal. 3).
3. Mati dalam keadaan syirik pasti masuk neraka dan kekal selamanya.
Allah Ta’ala berfirman,
لَقَدْ كَفَرَ الَّذِينَ قَالُوا إِنَّ اللهَ هُوَ الْمَسِيحُ ابْنُ مَرْيَمَ وَقَالَ الْمَسِيحُ يَابَنِى إِسْرَاءِيلُ اعْبُدُوا اللهَ رَبِّي وَرَبَّكُمْ إِنَّهُ مَن يُشْرِكْ بِاللهِ فَقَدْ حَرَّمَ اللهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ وَمَأْوَاهُ النَّارُ وَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنصَارٍ
“Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata, ‘Sesungguhnya Allah ialah al-Masih putera Maryam”, padahal al-Masih (sendiri) berkata, ‘Hai Bani Israil, sembahlah Allah, Rabbku dan Rabbmu’. Sesungguhnya, orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan surga kepadanya, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zhalim itu seorang penolongpun.’” (Qs. al-Maidah: 72).
4. Nabi Ibrahim mengkhawatirkan kemusyrikan terhadap diri beliau dan keturunan beliau.
وَإِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ رَبِّ اجْعَلْ هَذَا الْبَلَدَ ءَامِنًا وَاجْنُبْنِي وَبَنِيَّ أَن نَّعْبُدَ اْلأَصْنَامَ , رَبِّ إِنَّهُنَّ أَضْلَلْنَ كَثِيرًا مِّنَ النَّاسِ
“Dan (ingatlah), ketika Ibrahim berkata, ‘Ya Rabbku, jadikanlah negeri ini (Makkah), negeri yang aman, dan jauhkanlah aku beserta anak cucuku dari menyembah berhala-berhala. Ya Rabbku, sesungguhnya berhala-berhala itu telah menyesatkan kebanyakan dari manusia.” (Qs. Ibrahim: 35-36).
Kalau Nabi Ibrahim saja tidak merasa aman dari syirik, padahal beliau adalah khalil (kekasih) Allah, bapak para Nabi, dan imam bagi para ahli tauhid, maka bagaimanakah dengan selain beliau?! Mestinya lebih merasa tidak aman, amat takut terjerumus ke dalam kemusyrikan.
5. Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam mengkhawatirkan kemusyrikan terhadap umat beliau.
Beliau telah bersabda di dalam sebuah hadits yang shahih.
إِنَّ أَخْوَفَ مَا أَخَافُ عَلَيْكُمْ الشِّرْكُ الْأَصْغَرُ قَالُوا وَمَا الشِّرْكُ الْأَصْغَرُ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ الرِّيَاءُ يَقُولُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ لَهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِذَا جُزِيَ النَّاسُ بِأَعْمَالِهِمْ اذْهَبُوا إِلَى الَّذِينَ كُنْتُمْ تُرَاءُونَ فِي الدُّنْيَا فَانْظُرُوا هَلْ تَجِدُونَ عِنْدَهُمْ جَزَاءً
“Sesungguhnya, yang paling aku takutkan terhadap kamu adalah syirik ashghar (syirik kecil). Para sahabat bertanya, ‘Apakah syirik ashghar itu wahai Rosulullah?’ Beliau menjawab, ‘Riya’.’ Allah ‘Azza wa Jalla akan berkata kepada mereka pada hari kiamat, apabila seluruh manusia telah dibalas amal-amal mereka, ‘Pergilah kepada orang-orang yang kamu berbuat riya’ di dunia, kemudian lihatlah, apakah kamu akan mendapatkan balasan pada mereka!” (HR. Ahmad, no. 23119; ath-Thabarani di dalam al-Kabir, no. 4301; dari Mahmud bin Labid. Dishahihkan oleh Syaikh al-Albani di dalam Silsilah ash-Shahihah, no. 951).
Inilah di antara perkara yang mengharuskan manusia untuk takut dan waspada terhadap kemusyrikan. Intinya adalah sebagaimana penjelasan Imam Ibnul Qayyim ketika beliau menerangkan tentang keburukan-keburukan syirik. Imam Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Karena syirik kepada Allah bertentangan sama sekali dengan tujuan ini (tujuan penciptaan, diutusnya para rasul dan diturunkannya kitab-kitab-Nya), maka syirik merupakan dosa besar yang terbesar secara mutlak, dan Allah mengharamkan surga bagi setiap orang musyrik, menghalalkan darahnya, hartanya, dan keluarganya untuk orang-orang yang bertauhid, dan menjadikan orang-orang musyrik sebagai budak mereka, ketika orang-orang musyrik tidak melaksanakan peribadahan kepada Allah. Dan Allah enggan menerima amalan dari orang musyrik, atau menerima syafa’at untuknya, atau mengabulkan doanya di akhirat, atau menggugurkan kesalahannya di akhirat. Karena orang musyrik adalah orang yang paling bodoh, karena telah menjadikan tandingan bagi Allah dari makhluk-Nya, hal itu merupakan puncak kebodohan terhadap-Nya, sebagaimana itu merupakan puncak kezhaliman darinya. Walaupun orang musyrik itu tidaklah menzhalimi Rabb-nya, tetapi dia hanyalah menzhalimi dirinya.” (Ad-Da’ Wad Dawa‘, hal. 197, dengan penelitian Syaikh Ali bin Hasan al-Halabi, penerbit Dar Ibnil Jauzi).
Semoga Allah selalu menlindungi penulis, pembaca serta umat Islam semuanya dari kemusyrikan. Hanya Allah tempat memohon perlindungan.
Penulis: Ustadz Muslim Al-Atsari
Artikel www.PengusahaMuslim.com